Oleh : Inggar Saputra (Praktisi Pendidikan dan Kebangsaan)
Indonesia, persoalan literasi melekat pada kata membaca dan menulis. Sesuatu yang wajar, sebab literasi dianggap bagian dari budaya yang hilang. Kedua hal itu, baca dan tulis memang belakangan mulai hilang dari masyarakat. Faktanya kita melihat bagaimana secara umum kesadaran membaca kita masih terhitung rendah. Sementara tulisan di Indonesia masih terbatas ditandai minimnya judul buku yang terbit di Indonesia.
Padahal jika kita mau menarik secara luas, literasi itu sangat beragam. Salah satunya literasi pra nikah, sebuah pencerdasan dalam mendorong pembekalan hidup berumah tangga. Literasi pra nikah seringkali terlupakan, apalagi bagi mereka yang sedang kasmaran. Prioritas utamanya segera menikah, memiliki keluarga, kehidupan yang mapan, kemudian mempunyai anak. Ada yang hilang dari karakter masyarakat Indonesia, yaitu pentingnya edukasi sebelum membina rumah tangga.
Literasi pra nikah sendiri dapat diartikan sebuah proses edukasi yang memberikan panduan, pedoman, dan bimbingan kepada laki-laki dan perempuan yang akan menjalani kehidupan berumah tangga. Dalam literasi jenis ini, terkandung semangat agar rumah tangga yang tercipta kelak dapat harmonis. Mencapai tujuan utama pernikahan untuk menguatkan ketahanan individu menjadi ketahanan keluarga, yang berdampak kepada ketahanan nasional secara keseluruhan. Ada semangat menjadikan masyarakat Indonesia yang akan menikah dapat tercerdaskan pengetahuan hidupnya.
Dalam konteks hari ini, literasi pra nikah dirasakan penting mengingat kondisi bangsa Indonesia hari ini yang mengalami banyak persoalan ketahanan keluarga. Salah satunya masih lumayan tingginya angka perceraian di Indonesia. Sebagai gambaran, Badan Peradilan Agama, Mahkamah Agung mencatat sepanjang tahun 2024 terdapat 463 ribu kasus perceraian di Indonesia. Penyebabnya beragam, mulai dari pertengkaran, masalah ekonomi, kasus KDRT dan perselingkuhan (CNBC, 2024) Kasus perceraian dapat terjadi disebabkan pengaruh pemahaman dan konsep dalam berumah tangga.
Kita memang mengakui, perceraian adalah bagian dari hak asasi setiap manusia. Tetapi perceraian juga dapat dipahami kegagalan individu mengelola kehidupan rumah tangga. Spirit menikah seringkali diwarnai desakan emosional dan psikologis, memenuhi tuntutan seksual dan keinginan orang tua. Padahal pemahaman yang baik dari literasi pra nikah, menekankan berumah tangga adalah perjanjian panjang dari dua individu berbeda jenis untuk saling mencintai sampai akhir kehidupannya. Mencapai kondisi itu, dibutuhkan pemahaman fisik, psikologis, ekonomi, kesadaran sosial budaya, serta berbagai bentuk pemahaman lain yang mendukung kehidupan berumah tangga.
Selain fungsi mengatasi perceraian, sebenarnya literasi pra nikah juga dibutuhkan sebagai edukasi fundamental seseorang dalam menjalani rumah tangga. Menikah bukan persoalan hidup sehari, tetapi perjalanan hidup dengan rentang waktu panjang dengan orang yang kita cintai. Dalam realitasnya, paska menikah selalu ada problematika kehidupan yang menerjang pasangan suami istri. Mulai dari kendala ekonomi, kehidupan sosial budaya yang berbeda, resiko pihak ketiga akibat ketidakpuasan berumah tangga, dan berbagai masalah lainnya. Dengan adanya literasi pra nikah, diharapkan muncul dorongan memahami pengertian, tujuan, dan mitigasi resiko dari ikatan bernama pernikahan itu sendiri.
Selain melibatkan hubungan dua keluarga besar, pernikahan merupakan bagian dari ajaran dan kewajiban agama. Semua agama menilai pernikahan sebagai sesuatu yang suci dan sakral, sehingga harus dijaga sepanjang kehidupan mereka yang menjalaninya. Nantinya paska pernikahan, ada keinginan mendapatkan hubungan seksual yang positif dan melahirkan anak sebagai penerus keturunan. Melalui mekanisme pernikahan, nafsu manusia tersalurkan dengan positif, halal, dan baik, serta mendapatkan legitimasi negara dan agama. Melalui literasi pra nikah, kesadaran dan bimbingan ini dibutuhkan agar terciptanya keluarga Indonesia yang siap terhadap ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang muncul ketika menjalani pernikahan dengan pasangan hidupnya.
Adanya literasi pra nikah perlu dimassifkan di Indonesia sebagai bentuk menciptakan ekosistem positif agar kehidupan berumah tangga berdampak baik kepada kehidupan berbangsa dan bernegara. Pernikahan yang menyertakan pembekalan pengetahuan dan pengalaman hidup akan menjadi benteng dari ancaman saat hidup berumah tangga. Untuk itu, menciptakan ekosistem literasi pra nikah menjadi pijakan dasar menyelaraskan masyarakat yang siap menjadikan pernikahan sebagai sarana penguatan kemajuan bangsa Indonesia dan ikut serta mendukung pembangunan nasional. Harapan besarnya, literasi pra nikah dalam mendukung utamanya kehidupan anak muda Indonesia agar tercipta keluarga harmonis sehingga mampu mempercepat visi Indonesia Emas 2045.
No responses yet