Tagar Media Sosial dan Urgensi Literasi Kebangsaan

Latest Comments

No comments to show.

Oleh : Inggar Saputra (Praktisi Pendidikan dan Kebangsaan)

Kehadiran internet dan media sosial selayaknya menjadi fenomena sosial yang sulit terbantahkan dalam kehidupan kebangsaan kita belakangan ini. Dengan sistem jejaring dan komunikasi interaktif, kedua jenis media itu menjelajahi kehidupan manusia Indonesia. Kita menjadi bangsa yang kecanduan dengan berbagai informasi yang beredar, sehingga kadang sulit menyeleksi informasi dengan baik. Tak heran muncul berbagai tekanan negatif dan positif dalam pikiran yang membutuhkan literasi aktif agar tidak mudah terjebak dalam keramaian semu di media sosial.

Beragam literasi semu memang membanjiri informasi yang merekonstuksi pikiran kita dalam menggunakan media sosial. Salah satunya fenomena hilangnya narasi kebangsaan dan semangat nasionalisme dalam kehidupan bangsa Indonesia. Belum lama ini, misalnya dikabarkan banyak warga negara Indonesia memilih berpindah kewarganegaraan dengan alasan mulai dari kepastian dan kenyamanan ekonomi maupun alasan lainnya. Mereka yang umumnya tenaga terampil dengan usia produktif seperti kehilangan semangat mengabdi di Indonesia yang memang masih menyimpan banyak persoalan baik ekonomi, sosial, budaya, teknologi dan lainnya.

Dari segi kepatuhan hak asasi warga negara, tak ada masalah sebenarnya mereka berpindah warga negara, itu hak setiap individu dalam kehidupannya. Tetapi persoalannya kemudian, ada potensi intelektualitas yang hilang di Indonesia masa depan akibat berpindahnya para tenaga produktif dan pemikir muda Indonesia. Mereka yang seharusnya mampu menjadi tulang punggung ilmu pengetahuan, diseminasi riset dan memproduksi beragam gagasan kreatif untuk kemajuan bangsa tidak lagi memilih Indonesia sebagai pelabuhan terbaiknya. Mereka justru melirik negara lain sebagai tempat mengembangkan kapasitas dirinya, sehingga wajar jika muncul pertanyaan sejauhmana nasionalisme, nilai bela negara dan paham kebangsaan hadir dalam alam pikiran dan tindakan hidup mereka.

Bagaimanapun, meski masih berproses menjadi negara maju, kita tidak sepantasnya patah semangat dalam mencintai Indonesia. Sebagai anak bangsa yang tumbuh, lahir dan dibesarkan di tanah air yang membentang dari Sabang sampai Merauke, kita memiliki tanggung jawab mengedukasi anak bangsa dan mencerdaskan manusia Indonesia. Semangat membela negara dengan beragam cara harus ditumbuhkembangkan agar masa depan Indonesia tetap cerah di tengah berbagai kritik dan badai yang menerpa. Jika ada pandangan kritis terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, tentu hal itu sangat dibolehkan selama bersifat subtansial dan menghadirkan solusi, bukan kritik yang menambah kerumitan problematika kebangsaan Indonesia.

Kerumitan itu misalnya yang terlihat dari pesimisme yang beredar di media sosial dan dilakukan netizen di platform media sosial twitter atau X. Belakangan ramai diperbincangkan tagar #IndonesiaGelap sebagai respons dan bentuk keprihatinan atas sikap kritis netizen terhadap kondisi bangsa Indonesia belakangan ini. Sebagai bentuk kritik, literasi kritis semacam ini tentu dapat dianggap wajar dan legal, sebab mendapatkan jaminan dari konstitusi yang sah dan berlaku di Indoneisa. Kritik merupakan bagian dari dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, dan setiap orang dijamin pendapatnya baik secara verbal dan tulisan. Jaminan berpendapat menggambarkan pentingnya hak asasi manusia dan individu tidak berhak dihukum atas pendapatnya sekalipun bersifat mendukung dan menolak sebuah kebijakan negara.

Tetapi ketika muncul tagar #KaburAjaDulu sebagai seruan netizen untuk bekerja ke luar negeri, ini dapat dipahami sebagai bentuk kekecewaaan yang berlebihan. Para netizen ini seperti kehilangan optimisme terhadap kepemimpinan Prabowo dan Gibran, di tengah usaha keras kedua pemimpin memajukan bangsa Indonesia. Gebrakan Prabowo mengefisiensi anggaran agar uang negara berpihak kepada rakyat, serta upaya memajukan sumber daya manusia Indonesia dianggap angin lalu oleh netizen. Para netizen yang kecewa ini seolah ingin berlepas tangan dari berbagai problematika yang ada, bukan mendukung upaya serius pemimpin negara dan menciptakan dukungan yang bersifat problem solver, tetapi cenderung ”melarikan diri dari kenyataan”

Tak ada negara manapun di dunia yang tidak menyimpan masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tetapi kadar masalah dan bentuk masalahnya saja yang berbeda, baik negara maju dan berkembang. Memilih ”menghilang” dari beragam masalah yang ada di Indonesia dan berpindah ke luar negeri, menandakan semakin tipisnya literasi nasionalisme dan semangat bela negara netizen Indonesia, khususnya kalangan anak muda yang umumnya konsumen terbesar platform media sosial. Sehingga menjadi tantangan kemudian agar muncul literasi nasionalisme ”gaya baru” yang bersifat kekinian dalam menanamkan kepribadian hidup yang nasionalis kepada netizen muda Indonesia. Jangan sampai fenomena di media sosial menyebar ke dunia nyata, kemudian menjadi ancaman serius bagi nasionalisme sebagai akar kuat membela negara dan bangsa Indonesia dari berbagai ancaman yang datang menyertainya.

TAGS

CATEGORIES

Blog

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *